Jumat, 23 Mei 2008

Pelatihan Pembukuan






Semakin Maju dan Berkembang


Besar harapan semua orang, terlebih anggota CUBG, bahwa para staf dan aktivis CUBG mampu memberikan pelayanan yang OK bagi semua. Setelah pelatihan Etos Kerja dan Layanan Prima diadakan, sekarang giliran Pelatihan Pembukuan digelar. Pelatihan ini dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2008 dan bertempat di gedung PSE Paroki Blok Q. Yang menjadi Fasilitator dalam pelatihan ini adalah Ibu Tantri Sangkanparan (Bendahara CUBG). Masing-masing Tempat Pelayanan (TP) mengirimkan wakilnya untuk mengikuti pelatihan ini. Inilah bukti nyata bahwa kita mau berbenah untuk maju dan berkembang menjadi lebih baik.

Dalam pelatihan tersebut, semua persepsi dan pemahaman tentang pembukuan dalam Credit Union disamakan dan dikembangkan. Semoga, hasil pelatihan ini terwujud secara nyata dalam pelayanan dan proses transaksi di CUBG.


Mari maju dan berkembang.

Bravo CUBG.

CUBG......... bisa.....!!!!!

Kamis, 08 Mei 2008

CREDIT UNION BEREROD GRATIA: Berita dari Paroki Blok Q

CREDIT UNION BEREROD GRATIA: Berita dari Paroki Blok Q

Berita dari Paroki Blok Q







Sosialisasi CU Bererod Gratia


di Paroki Blok Q

Setelah disiapkan selama tiga minggu berturut-turut dengan membagikan flayer serta tulisan tentang Credit Union dan kesaksian anggota CU di Kalimantan Barat, akhirnya pada hari Minggu, 4 Mei 2008, di Gedung Loe Soekoto Paroki SP Maria Ratu Blok Q, dilangsungkanlah sosialisasi CU Bererod Gratia (CUBG). Sosialiasi ini merupakan Aksi Nyata Paskah 2008 yang hendak menawarkan jalan kepada umat untuk meningkatkan kesejahteraan dan solidaritas.
Sekitar 130 orang dari Paroki Blok Q dan paroki tetangga hadir dalam sosialisasi ini. Empatpuluh orang di antara sudah menjadi anggota CUBG sejak CU ini diperkenalkan di Blok Q pada awal 2007. Bapak Purwanto dan Harjono (Pengurus CUBG) dan Christine Tandibua (Manajer CUBG) hadir sebagai pembicara.
Dalam sambutan awal, Romo Sumarwan, SJ menempatkan gerak Credit Union dalam kerangka penghayatan iman. "Ketika membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir, Allah menjanjikan tanah yang berlimpah susu dan madu!" demikian Romo Sumarwan menegaskan bahwa Allah menghendaki umat-Nya sejahtera. Ditambahkannya pula bahwa "Allah menghendaki umat-Nya, khususnya umat yang miskin, mempunyai hidup yang penuh dan melimpah." (Yoh 10:10) "Credit Union adalah salah satu usaha kita, bersama-sama dengan Allah, untuk mengubah nasib, mengupayakan agar kehendak Allah terlaksana," tandasnya.
Dengan tetap mengakui bahwa CU hanyalah satu cara di antara banyak usaha untuk membantu warga miskin meningkatkan kesejahteraan, Romo Sumarwan menampilkan sumbangan besar CU bagi peningkatan ekonomi kerakyatan. Dipaparkannya bahwa hingga akhir 2007 di Kalimantan telah berdiri lebih dari 40 CU dengan total anggota lebih dari 400 ribu orang. Angka ini hampir setara dengan keseluruhan umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta yang berjumlah 447 ribu orang (data 2004). Asset CU-CU tersebut, yang seluruhnya dikumpulkan dari anggota, telah mencapai Rp 2 trilyun lebih; Rp 1,7 trilyun di antaranya telah dipinjam oleh anggota sebagai modal untuk usaha dan peremajaan kebun karet, maupun untuk membiayai perbaikan rumah, menyekolahkan anak, membeli motor dan memenuhi kebutuhan lain.
Meskipun CUBG masih kalah jauh dibanding CU-CU besar di Kalimantan, Romo Sumarwan yakin akan potensi besar dalam CUBG: "Pada akhir Maret 2008 anggota CUBG baru 2.284 orang, tapi telah berhasil mengumpulkan asset Rp 18,1 milyar; Rp 14,3 milyar di antaranya telah dipinjam anggota. Jumlah ini melebihi total APP KAJ 2007 sebesar Rp 8 milyar yang dikumpulkan dari 60 paroki."
Bapak Purwanto menceritakan bahwa CUBG didirikan pada 15 Mei 2006, difasilitasi oleh KWI. "Bererod" diambil dari bahasa Betawi yang berarti beriringan, sementara "Gratia" diambil dari bahasa Latin, berarti rahmat. Melalui wadah CUBG para anggota berharap dapat secara bersama-sama memperoleh rahmat.
Tidak seperti CU di Jawa yang biasanya membatasi pelayannnya pada satu kawasan atau kelompok tertentu, CUBG memang dirancanang untuk menjadi besar. Dengan Kantor Pusat di KWI Jl Cikini II/10, CUBG kini telah mempunyai Tempat Pelayanan di Tanjung Priok, Tangerang, Pondok Kelapa, Bintaro, Duren Sawit, Kampung Sawah, Blok Q dan Pamulang. Wilayah Jawa Tengah, yaitu di Wedi dan Ambarawa, serta Yogyakarta (Babarsari) pun sudah mulai dirambah.
Bapak Purwanto menjelaskan seluk-beluk CUBG berserta keuntungan yang diperoleh anggota, misalnya seperti Balas Jasa Simpanan (BJS) Saham dan BJS Megapolitan yang tinggi sebesar 14% per tahun, tanpa potongan pajak dan biaya administrasi. Selain dapat meminjam maksimum tiga kali simpanan, anggota diikutkan asuransi jiwa lewat Jalinan BK3D Kalimantan tanpa harus membayar premi dengan klaim ahli waris sebesar simpanan (maksimum Rp 25 juta). Apabila seorang anggota meninggalkan atau mengalami kecelakaan sehingga tak mampu mengembalikan pinjaman, utangnya dilunasi oleh Jalinan juga. Yang tak kalah penting, menurut Pak Pur, anggota dididik untuk mengatur keuangan dengan cermat dan merencanakan masa depan.
Untuk memberi kesempatan bagi peserta mengajukan pertanyaan secara lebih leluasa, setelah paparan dari pengurus CUBG dan tanya jawab terbatas, perserta dibagi dalam kelompok. Masing-masing didampingi fasilitator. Sesi ini juga menjadi kesepatan bagi perserta untuk mendengarkan pengalaman para anggota CUBG. Pada akhir acara dibagikan formulir anggota. Sembilan belas orang langsung memutuskan menjadi anggota. Semoga banyak lagi yang menyusul. (Tony)

Sambutan Rm A. Sumarwan, SJ dalam sosialisasi CUBG di Blok Q:

CU dan Perutusanku
(Sumarwan, SJ)

Saudara-saudari yang terkasih, bahwa pada hari ini saya berdiri di hadapan Anda semua, untuk berbicara tentang Credit Union merupakan suatu kejutan tersendiri bagi saya. Saya tak pernah membayangkan diri akan menjadi seorang promotor CU yang fanatik seperti sekarang.
Saya sudah mengenal Credit Union sejak 90-an. Waktu itu bruder-bruder Budi Mulia merintis pendirian CU di desa saya Tengklik, Kedawung Jumapolo. Setelah sekian tahun berdiri, pada 2006 CU bernama Ngudi Raharja itu beranggotakan 1.397 orang dengan asset Rp 1,1 milyar lebih. Data ini saya peroleh ketika saya mempersiapkan tahbisan tahun lalu. Saya heran juga, desa sederhana seperti tempat saya dapat mengumpulkan dana sebesar itu. Sejak itu saya yakin bahwa CU merupakan sarana tepat bagi rakyat miskin untuk bersama-sama meningkatkan kesejahteraan. Ada keinginan pada diri saya untuk meneliti dan tahu lebih banyak tentang kiprah CU ini. Sayang, saya tak punya banyak kesempatan pulang ke desa. Ketika saya berangkat tugas di paroki Blok Q ini, keinginan itu belum kesampaian.
Dan inilah yang saya katakan sebagai kejutan. Di Paroki Blok Q ini Tuhan menjawab keinginan saya. Saya tidak hanya boleh tahu dan meneliti CU, tetapi dipanggil Tuhan untuk ikut mengembangkannya.
Mengapa saya berani mengatakan bahwa saya dipanggil Tuhan untuk mengembangkan CU di sini? Bagi saya pribadi, inti panggilan hidup sebagai murid Yesus adalah ikut serta dalam misi pembebasan-Nya. Kata-kata Yesus dalam Injil Lukas bab 4 selalu menjadi suluh bagi langkah pelayanan saya:
"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." (4:18-19)
Adalah indah merenungkan bagaimana Tuhan memberi kesempatan kepada saya untuk terlibat, bagian per bagian, dalam karya pembebasan yang luas dan luhur itu. Tiga tahun terakhir Tuhan memberi kesempatan kepada saya untuk berjumpa dengan para korban pelanggaran HAM tahun 65, yaitu mereka yang dibuang, disingkirkan dan dideskriminasi karena dituduh sebagai anggota PKI. Mendengarkan mereka berkisah dan meneruskan kisah mereka, serta menemani mereka memperjuangkan kebenaran dan keadilan, saya hayati sebagai keterlibatan dalam perutusan Yesus "membebaskan orang tertidas."
Kini lewat keterlibatan dalam Credit Union, saya diberi kesempatan untuk secara khusus ikut Yesus "menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang."
Dalam kotbah hari pertama Novena Roh Kudus yang bertemanya "Roh Kudus mendorong kita untuk meningkatkan kesejahteraan," saya sampaikan bahwa Allah tidak menghendaki umatnya miskin dan kere. Ketika membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir, Allah menjanjikan tanah yang berlimpah susu dan madu! (Kel 3:8) Tidakkah janji itu disampaikan kepada kita juga?
Ya, kini kita diingatkan lagi: Allah menghendaki umat-Nya – khususnya umat-Nya yang miskin – hidup sejahtera dan dalam kelimpahan (Yoh 10:10). Kini saatnya bagi kita untuk bersama-sama dengan Allah berusaha mewujudkan kehendak-Nya itu. Di sini kita juga dapat meresapkan kata-kata luhur dalam tradisi Islam, "Allah tidak akan mengubah nasib seseorang (suatu bangsa), ketika orang (bangsa) itu tidak berusaha mengubahnya."
Credit Union adalah salah satu usaha kita, bersama-sama dengan Allah, untuk mengubah nasib, mengupayakan agar kehendak Allah terlaksana, yakni supaya umat-Nya sejahtera.
Credit Union memang hanyalah satu usaha dan salah satu sarana. Tapi jangan anggap remeh usaha dan sarana ini. Pada berbagai kesempatan, saya sudah bercerita tentang pesatnya perkembangan CU di Kalimantan. Hingga akhir tahun lalu di sana sudah ada lebih dari 40 CU dengan total anggota lebih dari 400 ribu orang lebih (hampir sama dengan jumlah umat katolik KAJ (447 ribu orang – data 2004)). Aset yang mereka kumpulkan dari anggota mencapai 2 trilyun lebih; 1,7 trilyun lebih dipinjamkan kepada anggota sebagai modal untuk meningkatan kesejahteraan.
CU macam inilah yang sedang kita rintis lagi di Paroki Blok Q lewat CU Bererod Gratia (CUBG). Tujuannya, supaya kesejahteraan umat kita meningkat. Anda ingin tahu potensi kekuatan CUBG? Pada akhir Maret ini anggotanya 'baru' 2.284 orang, tapi telah berhasil mengumpulkan asset Rp 18,1 milyar; Rp 14,3 milyar di antaranya sudah dipinjam oleh anggota. Jumlah tersebut di atas jumlah APP KAJ yang 'hanya' Rp 8 milyar. Bayangkan berapa dana yang terkumpul dan dapat dimanfaatkan kalau semua orang Katolik KAJ menjadi anggota CU!
Sekarang, secara khusus saya ingin menyapa Saudara-saudari yang berkeyakinan iman bukan Kristen. Tadi saya sudah mencoba mencoba menjelaskan bagaimana kami menghayati usaha kami ber-CU dalam kerangkan iman Kristiani. Saya yakin Anda juga dapat melakukannya dalam kerangka iman Anda pula. Namun yang pasti, CU tetaplah wadah yang terbuka bagi siapa saja yang berkehendak baik dan ingin sejahtera. Dan lewat CU justru kita ingin kita menjalin persaudaraan lintas iman demi satu tujuan: kesejahteraan bersama.

Hidup Credit Union!

SYARAT MENJADI ANGGOTA CUBG

CUBG adalah sarana untuk merencanakan dan mencapai kesejahteraan hari ini dan esok (masa depan. Untuk itu, siapa saja yang berminat boleh mendaftar menjadi anggota. Nah, syarat-syarat untuk dapat menjadi anggota CUBG adalah sebagai berikut:
  1. Mengisi Formulir Surat Permohonan Menjadi Anggota (SPMA)
  2. Fotocopy KTP 2 lembar.
  3. Fotocopy KK 2 lembar.
  4. Pasphoto 3x4 2 lembar.

Disamping itu, kewajiban Finansial awal untuk dapat menjadi anggota adalah sebagai berikut:

  • Uang Pangkal : Rp 25.000,-
  • Simpanan Pokok : Rp 1.000.000,-
  • Simpanan Wajib : Rp 10.000,- (tiap bulan)
  • Simpanan Megapolitan : Rp 1.000.000,- (minimal)
  • Simpanan Pagan : Rp 25.000,-
  • Iuran Pendidikan : Rp 50.000,-
  • Iuran Gedung : Rp 200.000,- (Bisa dicicil 20x / 20 bulan)
  • Iuran Solduta : Rp 15.000,-

Total yang harus dibayar ketika menjadi anggota adalah Rp 2.325.000,- (dua juta tiga ratus dua puluh lima ribu rupiah.

Tetapi, jika Anda tidak mempunyai uang Rp 2.000.000,- Anda tetap masih bisa menjadi anggota. Caranya adalah dengan mengajukan Pinjaman Kapitalisasi (Pinjam untuk Ditabungkan Kembali) sebesar Rp 2.000.000,-). Jika demikian, Anda cukup menyediakan dana Rp 155.000,- sebagai kewajiban awal. Pinjaman 2 juta rupiah tersebut dapat dilunasi dalam jangka waktu maksimal 60 bulan.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan datang atau telepon ke Kantor-kantor Pelayanan CUBG di:

  1. Gedung KWI, Jl. Cikini II no. 10 Jakarta Telp. 021-31922082
  2. Jl. Raya Kp. Sawah No. 83 Jatiranggon Jatisampurna Bekasi, Telp 021-3256754
  3. Kp. Jeret-Sukabakti, Jl. Raya Serang Km 30 Gembong Balaraja Tangerang, Telp 021-549450455
  4. Jl. Melati Tugu I No.32 Tugu Utara Koja Tanjung Priok Jakarta Utara, Telp. 021-4353171
  5. Perum Pondok Kelapa Indah Blok B-IV/10 Jakarta Timur, Telp. 021-86904746
  6. Jl. Utama I Kav 249B Pondok Karya Bintaro Jakarta Selatan, Tellp. 021-7341383
  7. Tanjung Anom, Gadungan Wedi Klaten, Telp.0272-322991
  8. Komp. Yadara Blok I/24 Babarsari Yogyakarta, Telp. 0274-486723

Nah, kapan lagi Anda mau memulai merencanakan Masa Depan Sejahtera kalau tidak mulai dari sekarang. Bergabunglah bersama kami di CREDIT UNION BEREROD GRATIA.

Rabu, 07 Mei 2008

Pelatihan Etos Kerja dan Layanan Prima






"Semangat Pagi"


Proficiat buat semua staf dan aktivis CUBG yang telah mengikuti Pelatihan Etos Kerja dan Layanan Prima.

Pelatihan ini difasilitasi oleh Bpk Adventius H. Wibowo (Education and Training Division Dept. Head Bank Artha Graha).

Tema yang diusung dalam pelatihan ini adalah "Membangun Kesadaran Pelayanan Kepada Sesama".

Dalam pelatihan, ditekankan bahwa 'etos kerja adalah sikap mental positif seseorang dalam menyikapi tugas / tanggungjawab pekerjaan yang dipercayakan untuk dilaksanakan olehnya'.

Etos kerja ini merupakan awal untuk menciptakan budaya layanan prima.

Kenapa pakai "Semangat Pagi"?

Diharapkan, dalam melayani anggota para staf maupun aktivis senantiasa meresapkan spriritualitas pagi hari. Awal hari merupakan saat-saat atau moment dimana kita semua masih mempunyai energi dan semangat yang besar. Nah, semangat itulah yang patut dijaga dan diaplikasikan dalam bekerja sepanjang hari oleh para staf dan aktivis CUBG.

Kita maknai saja aktivitas kerja di CUBG sebagai sebentuk 'ibadah'. Maka, apapun yang dilakukan diharapkan didasari oleh semangat pelayanan yang tulus, penuh cinta dan dengan hati.


Semoga dengan adanya pelatihan ini, kinerja dan pelayanan semua staf dan aktivis CUBG sungguh memuaskan dan dapat 'melampaui keinginan dan kepuasan para anggota'.


Semoga.......

Belajar dari Muhammad Yunus

Muhammad Yunus dan Bank untuk orang Miskin

A. Sumarwan, SJ *


Bank yang tersebar di negeri banjir itu bernama Grameen. Nasabah yang disasar adalah kaum miskin dan papa Bangladesh. Dalam Bank ini semua orang miskin, juga para pengemis, dapat memperoleh kredit tanpa agunan. Muhammad Yunus, pendiri Bank Grameen, percaya bahwa jika diberi modal, jutaan orang miskin dapat menciptakan keajaiban dengan usaha kecil mereka.
Hingga akhir 2006, Bank Grameen telah mengucurkan kredit kepada hampir 7 juta peminjam di 73.000 desa. Para peminjamnya kebanyakan perempuan. Mereka memakai kredit untuk memulai usaha kecil, membangun rumah dan membiayai sekolah. Khusus untuk para pengemis, Bank Grameen menyediakan kredit tanpa bunga. Peminjam boleh membayar kapan pun dengan jumlah berapa pun. Mereka diberi ide agar membawa barang seperti makanan, mainan dan kebutuhan rumah tangga saat mereka meminta-minta dari rumah ke rumah. Lebih dari 85.000 pengemis ikut program ini. Pinjaman untuk mereka biasanya sekitar Rp 120.000.
Berkat Bank Grameen, separo lebih nasabah telah melewati garis kemiskinan dan 5.000 pengemis berhenti meminta-minta. Yakin bahwa kemiskinan adalah acaman perdamaian, Panitia Nobel 2006 menganugerahkan penghargaan Nobel Perdamaian kepada Muhammad Yunus dan Bank Grammen. "Perdamaian," kata Yunus, "terancam oleh tatanan ekonomi, sosial dan politik yang tidak adil, tiadanya demokrasi, kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak-hak asasi manusia."
Dengan memberikan kredit kepada kaum papa, Yunus melawan kemiskinan sebagai langkah awal untuk perdamaian. Bagaimana gagasan kredit tanpa agunan ini muncul?
***
Semua itu bermula sekitar tigapuluh tahun lalu ketika Bangladesh sedang dilanda kelaparan hebat. Yunus mengajar di salah satu universitas di negerinya. Di ruang kelas ia mengajarkan teori ekonomi yang muluk-muluk dengan antusiasme seorang yang baru lulus dari Amerika Serikat. Namun, selesai mengajar, begitu keluar kelas, ia langsung melihat kerangka hidup berkeliaran di sekelilingnya: orang-orang yang sekarat, tinggal menunggu ajal.
"Saya merasa," tutur Yunus, "apa pun yang telah saya pelajari, apa pun yang saya ajarkan, hanya merupakan khayalan, yang tak punya arti bagi kehidupan orang-orang itu. Karena itu, saya mulai mencoba mengetahui bagaimana orang-orang yang tinggal di kampung sebelah universitas kami itu menjalani kehidupan mereka. Saya ingin tahu apakah ada sesuatu yang dapat saya lakukan sebagai sesama manusia, untuk menunda atau menghentikan kematian, walaupun hanya menyangkut satu orang saja. Saya pun meninggalkan pola pandang seekor burung, yang memungkinkan kita untuk melihat segala-galanya jauh dari atas, dari langit. Saya mulai mengenakan pandangan mata seekor cacing, yang berusaha mengetahui apa yang saja yang terpapar persis di depan mata – mencium baunya, menyentuhnya, dan melihat apakah ada sesuatu yang bisa saya lakukan."
Yunus pun bertemu dengan seorang ibu yang membuat dingklik dari bambu. Setelah panjang lebar berbicara dengannya, ia menemukan bahwa sehari ibu itu hanya menghasilkan 2 sen dolar Amerika (Rp. 200).Yunus tak percaya bahwa seseorang yang dapat bekerja begitu keras dan membuat dingklik bambu dengan begitu indah, memperoleh penghasilan sebegitu kecil.
Rupanya, karena tak punya uang untuk membeli bambu, ibu itu harus meminjam dari seorang pedagang. Orang inilah yang memaksakan seluruh aturan peminjaman: Ibu itu harus menjual dingklik buatannya hanya kepada pedangan itu, dengan harga yang ditentukan olehnya.
Maka jelaslah bagi Yunus, bahwa ibu itu tak lain daripada pekerja yang terikat oleh pedagang tersebut. Ketika ditanya, berapa sebenarnya berapa harga bambu itu? Ibu itu bilang, "Oh, sekitar dua puluh sen (Rp 2.000); atau duapuluh lima sen untuk yang bagus sekali."
Yunus pun berpikir, "Ada orang yang menderita hanya karena tidak punya uang dua puluh sen, dan tak ada sesuatu yang bisa dilakukan?" Nurani Yunus gemuruh dengan suatu pergulatan apakah ia harus memberinya dua puluh sen. Tetapi kemudian sampailah ia pada gagasan lain, yaitu membuat daftar orang-orang yang memerlukan uang seperti itu. Ia kemudian mengajak seorang mahasiswanya keliling kampung selama beberapa hari. Akhirnya mereka memiliki daftar empat puluh dua orang seperti ibu tadi.
"Ketika saya menjumlahkan total uang yang mereka perlukan," tutur Yunus, "Saya mendapat kejutan yang paling besar dalam hidup saya: jumlah total uang itu hanya dua puluh tujuh dolar (Rp270.000)! Pada saat itu saya merasa malu terhadap diri sendiri, karena menjadi bagian dari suatu masyarakat yang tidak bisa menyediakan uang sejumlah dua puluh tujuh dolar, bagi empat puluh dua orang yang memiliki keahlian dan semangat untuk kerja keras.
"Untuk menghapus rasa malu itu, saya mengambil uang dari kantong saya, dan memberikannya kepada mahasiswa saya tadi. Saya katakan, 'Ambilah uang ini dan berikan kepada keempat puluh dua orang yang kita temui itu. Katakan kepada mereka bahwa uang ini adalah pinjaman, dan mereka dapat membayarnya kembali kepadaku kapan saja mereka bisa. Nah, sementara itu mereka dapat menjual produk mereka kepada siapa pun yang akan memberi bayaran yang baik.'"
Setelah menerima uang itu orang-orang sungguh bersemangat. Melihat itu, Yunus berpikir, tentang apa yang harus dilakukannya sekarang: " Saya berpikir mengenai cabang bank yang ada di kampus universitas kami, dan saya menemui manajernya, serta menyarankan agar dia meminjamkan uang kepada orang-orang yang telah kami temui di kampung kami tadi. Dia kaget, seperti jatuh dari langit! Katanya, 'Anda gila apa? Itu tak mungkin. Bagaimana mungkin kami meminjamkan uang kepada orang-orang miskin? Mereka tidak layak untuk menerima kredit.'"
Yunus membujuknya dan bilang, "Sekurang-kurangnya cobalah, siapa tahu … toh uang yang bakal terlibat hanya sedikit."
Tanggapan yang diperolehnya, "Tidak akan. Aturan kami tidak memungkinkan hal itu. Mereka tidak dapat memberi jaminan, dan jumlah sekecil itu juga tidak layak diberikan sebagai pinjaman." Ia hanya disarankan untuk menemui pejabat yang lebih tinggi, di hierarki perbankan di Bangladesh.
Yunus pun mengikuti saran itu dan menemui orang yang bertugas pada perkreditan. Semua orang mengatakan hal yang sama kepadanya. Setelah beberapa hari berkeliling mencari orang yang dapat diajak bicara, akhirnya ia menawarkan diri sebagai penjamin: "Saya akan menjadi penjamin semua pinjaman itu. Akan saya tandatangani apa pun yang harus saya tandatangani. Setelah mendapat uangnya, saya akan menyerahkan kepada orang-orang yang saya kehendaki."
Jadi, begitulah mulainya. Yunus terus-menerus diingatkan bahwa orang-orang miskin yang menerima uang itu tidak akan mengembalikannya. "Herannya," tutur Yunus, "mereka mengembalikan setiap sen kepada saya. Saya jadi amat bersemangat, dan kembali lagi kepada manajer bank tadi, 'Lihat, mereka membayar pinjaman mereka; jadi tak bakal ada masalah!'"
Tetapi manajer bank itu bilang, "Ah, jangan mudah tertipu. Mereka sedang membodohi Anda. Coba saja, mereka pasti akan segera meminjam uang lebih besar, dan tak akan pernah mengembalikan kepada Anda."
Yunus menerima tantangan itu: "Saya pinjamkan uang lebih besar, dan pada saatnya mereka mengembalikan pinjaman mereka. Saya ceritakan hal ini kepada manajer tadi, tapi katanya, 'Yah, barangkali Anda bisa melakukan hal ini di satu desa, tapi kalau Anda melakukannya untuk dua desa, ini tidak akan jalan.'"
Yunus segera melakukannya untuk dua desa – dan ternyata jalan. Begitulah, akhirnya seakan-akan terjadi pergulatan antara dirinya dengan manajer bank tadi, juga sejawatnya di posisi struktural yang lebih tinggi. Mereka terus mengatakan bahwa itu tak akan jalan untuk jumlah yang lebih besar, misalnya lima desa. Karena itu, Yunus melakukannya untuk lima desa, dan ternyata setiap orang mengembalikan pinjamannya. Orang-orang bank tadi masih saja tak mau menyerah. Mereka bilang, "Sepuluh desa. Lima puluh desa. Seratus desa."
Jadilah semacam perlombaan di antara Yunus dan mereka. Setiap kali ia datang kepada mereka, membawa hasil yang tentu tak mereka tolak, karena uang itu adalah uang mereka, tetapi tetap saja mereka tidak menerima ide Yunus, karena mereka dididik dengan pemahaman bahwa orang miskin tidak layak mendapat pinjaman. Menurut mereka, orang miskin tidak bisa diandalkan. "Untungnya, saya tidak dididik seperti itu," tutur Yunus.
Akhirnya muncul gagasan dalam benak Yunus: "Kenapa saya harus berusaha membuat mereka yakin? Saya sendiri amat percaya bahwa orang miskin dapat mengambil uang pinjaman dan membayarnya kembali. Kenapa tidak mendirikan bank sendiri? Gagasan ini membuat saya bersemangat, maka saya menulis proposal dan menghadap pemerintah untuk mendapat izin untuk mendirikan bank. Saya memerlukan waktu dua tahun untuk meyakinkan pemerintah."
Akhirnya, pada tanggal 2 Oktober 1983 berdirilah Bank Grameen, Bank Orang Miskin. "Betapa bersemangatnya kami semua, ketika kami memiliki bank kami sendiri, dan kami dapat melakukan ekspansi sekehendak kami. Dan Nyatanya kami terus berkembang." (Stephen R. Covey, The 8th Habit: Melampaui Efektivitas Menanggapi Keagungan (Jakarta: Gramedia, 2006), hlm. 12-18)
***
Itulah Muhammad Yunus dan Bank Grameen. Tindakkah kita bisa menapaki jalan serupa lewat Credit Union Bererod Gratia yang sudah kita miliki?


*A. Sumarwan, SJ adalah Pastor di Paroki Blok Q Jakarta.
Beliau concert tentang gerakan ekonomi kerakyatan dan aktivis CUBG.

Jumat, 02 Mei 2008

Sharing Anggota

Salam CUBG

Saudari-saudara Ytk

Berikut saya up-load beberapa profile dari anggota CUBG di Blok Q.
Profile ini dikirimkan oleh Rm. Antonius Sumarwan, SJ.

Paulus Ledjap
CUBG: solusi dalam ketidakberdayaan


Masih terbayang dalam ingatan Paulus ketika banjir besar meluluh lantakkan rumahnya di awal tahun 2007. Ia tidak tahu bagaimana merenovasi rumah dan membeli peralatan rumah tangga yang hanyut terbawa banjir. Pinjaman dari kantor tak berhasil ia dapatkan.
Dalam keputusasaannya, ia teringat CUBG. Mengapa tidak meminjam saja dari CUBG? Bukankah ia anggota CUBG?
Ia pun ke kantor pusat CUBG dan menceritakan masalah yang ia hadapi. Pengurus CUBG memberi tahu bahwa untuk mendapatkan kredit, ia harus melunaskan dulu simpanan wajibnya. Maka ia pun meminjam dari seseorang untuk menutup simpanan wajib sebesar Rp 2.325.000,-. Karena situasi yang ia hadapi tergolong darurat, ia berhasil mendapatkan kredit sebesar 3 kali simpanan, tak lama setelah ia melunasi simpanan wajibnya. Total pinjaman yang ia terima sebesar Rp 6.600.000,-. Dana itu digunakan untuk mengembalikan pinjaman dan merenovasi rumah. Masih ada sisa, ia gunakan sebagai uang pangkal anaknya yang masuk SMP Tarakanita.
Paulus bersyukur bahwa melalui CUBG, ia bisa menyelesaikan 2 permasalahan sekaligus, yaitu renovasi dan uang pangkal. Hal ini tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Angsuran sebesar Rp. 250.000,-/bulan selalu setia ia bayarkan. Menurut Paulus, CUBG sangat fleksibel dengan besarnya angsuran. Besarnya angsuran diserahkan kepada anggota, tergantung kemampuan mereka. Tentu saja semakin besar angsuran, semakin cepat kredit akan lunas, yang berarti semakin cepat pula ia dapat mengajukan permohonan kredit kembali.
Paulus telah berencana kelak jika kreditnya lunas, ia akan mengajukan lagi permohonan kredit sebagai modal usaha. (Lina)

Vincent Murwandi
CUBG: kepastian bunga dan santunan kematian

Ketertarikan Vincent terhadap CUBG berawal dari ulasan di Berita Sepekan. Ia pun kemudian mendaftarkan diri sebagai anggota CUBG pada November 2007.
Saat ini ia belum berniat mengajukan kredit dan ingin memperbesar simpanan dulu. Namun yang pasti, ia merasa beruntung menyimpan uangnya di CUBG karena CUBG memberikan bunga pasti sebesar 14% per tahun tanpa dipotong pajak dan biaya-biaya administrasi. Pada saat bunga bank hanya sebesar 8% per tahun (masih dipotong pajak dan biaya lain-lain), menabung di CUBG jelas lebih menguntungkan.
Menurut Vincent, menjadi anggota CUBG juga mendisiplinkan seseorang untuk menabung. Mengapa? Karena anggota harus melunasi terlebih dahulu simpanan wajib sebesar Rp. 2.325.000,- sebelum mereka bisa menarik kredit. Mungkin pada awalnya, terasa sulit untuk mengumpulkan uang sebesar itu. Namun lagi-lagi, CUBG memberikan kemudahan dalam bentuk pinjaman kapitalisasi. Artinya, simpanan sebesar Rp 2.325.000,- tersebut tidak harus langsung dilunasi tetapi bisa dicicil dengan jangka waktu bervariasi, paling lama 5 tahun.
Selain bunga yang tinggi dan pasti, CUBG melalui program JALINAN juga memberikan santunan kematian sebesar simpanan (maksimal Rp 25.000.000,-) bagi ahliwaris anggota. Sayangnya, menurut Vincent, CUBG belum banyak melakukan sosialisasi sehingga belum banyak orang yang tahu mengenai CUBG. Pengurus harus lebih aktif mensosialisasikan CUBG supaya kemudahan dan keuntungan yang ditawarkan dinikmati lebih banyak orang. (Lina)


Christina Erni Pujiastuti:
Bebas dari Jerat Kartu Kredit

Saya seorang wanita umur saya 35 tahun, sudah bekerja sejak 1991 dan diangkat menjadi pegawai negeri di sebuah Rumah Sakit di Jakarta. Saya seorang konsumeristis dan selalu ingin membelanjakan gaji yang saya terima setiap bulan. Akibatnya, saya tak punya tabungan.
Untuk mendapat sesuatu yang saya inginkan, tak jarang saya membelinya dengan cara kredit. Saya pernah mempunyai lebih dari 3 kartu kredit. Sampai akhirnya saya tak mampu membayar semua tagihan.
Saat saya menikah (2003), hutang dari kartu kredit saya belum juga lunas. Terpaksa saya memberitahukan suami saya dan memintanya membantu membayar hutang itu. Sejak saat itu suami meminta saya menutup semua kartu kredit, agar saya tak lagi terjebak pada jeratan sistem ekonomi kapitalis yang memberatkan! Tetapi sifat konsumeristis saya tidak dapat hilang juga sampai sekarang.
Dari pengalaman itu saya sangat merasakan manfaat menjadi anggota CUBG. Coba, dari dulu saya sudah bergabung menjadi anggota CUBG, pasti saya sudah punya banyak tabungan dan tidak terjerat hutang dengan kartu kredit.
Saat pertama kali diajak seorang aktivis CUBG untuk ikut menjadi anggota, saya langsung mengiyakan tanpa membicarakannya dulu dengan suami saya. Pada Februari 2007 saya masuk menjadi anggota dengan sistem kapitalisasi. Setelah ikut Pendidikan Dasar CUBG, saya lebih mengerti mengenai CUBG. Saya langsung memberitahukan kepada suami dan mengajaknya untuk ikut bergabung. Tetapi waktu itu dia masih trauma dengan sistem-sistem kartu kredit yang bunganya bisa mencekik leher! Kata-katanya yang masih saya ingat sampai sekarang, "hati-hati itu dapat dipercaya apa tidak. Jangan sampai tertipu dan kiblatnya amerika kapitalis banget. ”
Entah kenapa saya yakin sekali bahwa CUBG tidak seperti itu. Setelah pinjaman kapitalisasi saya lunas pada September 2007, pada Oktober 2007 saya mengajukan pinjaman sebesar 8 juta rupiah. Dalam waktu seminggu pinjaman saya langsung disetujui. Sistem angsurannya relatif tidak memberatkan anggota. Mengetahui hal tersebut suami saya tertawa: uang pinjaman itu bisa dipakai untuk membayar kontrakan rumah.

Karisem:
CUBG membuat kita belajar menabung

Karisem mulai bergabung CUBG pada awal tahun 2007 lewat sistem kapitalisasi. Ia masih mengangsur pinjaman kapitalisasi itu hingga kini. Meskipun terasa “berat”, ia tetap berusaha memenuhi kewajiban mencicil Rp. 100.000,-/bulan. Melalui kerja kerasnya, ia bahkan bisa mencicil lebih dari itu, sehingga pinjaman yang dipakai membayar biaya keanggotaan itu hampir terlunasi.
Ia tertarik menjadi anggota karena di CUBG ia bisa menabung meskipun hanya Rp 10.000,-. Ia berencana bahwa jika nanti anaknya masuk SMP, ia akan mengajukan permohonan kredit untuk menutupi uang pangkal dan kebutuhan sekolah lainnya. “CUBG membuat saya belajar menabung. Saya tidak malu menyetor uang tabungan sekecil apa pun, karena saya tahu bahwa berapa pun besarnya uang yang saya tabung, CUBG tetap akan menerimanya.”
Ia juga merencanakan untuk memasukkan anaknya yang masih berusia 11 tahun menjadi anggota CUBG. Biar ia belajar menabung dari uang jajannya, demikian ia mengatakan. Kalau uang tetap di tangan, ada saja godaan untuk jajan, tetapi kalau sudah di tabung, godaan itu bisa ditahan. Ia berharap sosialisasi CUBG terus dijalankan. “Supaya umat pra-sejahtera bisa menabung sedikit demi sedikit.” Ia berharap, pandangan umat mengenai koperasi bisa berubah. Perlu ditanamkan bahwa “tujuan utama masuk koperasi adalah menabung, bukan meminjam.” (Lina)


Deodatus :
CUBG mempermudah umat dalam menabung

Seperti Paulus Ledjap, Deodatus juga merasa sangat terbantu dengan menjadi anggota CUBG. Ia pertama kali bergabung karena tertarik dengan kesediaan CUBG untuk menerima tabungan anggota berapa pun besarnya. Tidak terpikirkan sebelumnya bahwa suatu hal yang bermula dari iseng ini ternyata justru membantu dia ketika rumahnya dilanda banjir besar pada awal tahun 2007. Bersama-sama beberapa anggota CUBG yang lain, ia mengajukan permohonan kredit untuk merenovasi rumah. Permohonan ini disetujui.
Ia berencana untuk memasukkan anaknya menjadi anggota CUBG juga. “Agar ia belajar menabung,” demikian dikatakannya. Seperti Karisem, ia juga berharap sosialisasi CUBG juga diadakan di lingkungan-lingkungan. “Umat perlu diajari untuk menabung, meskipun kondisi mereka sulit. Karena itu, mari menabung di CUBG karena kita tidak malu bila setoran tabungan kita hanya kecil jumlahnya.” (Lina)